Sunday

May 18, 2025 Vol 19

Indonesia Desak Reformasi Multilateralisme dalam Pertemuan Para Menlu G20 di Afsel

Afrika Selatan, chronosdaily.id – Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menghadiri G20 Foreign Ministers’ Meeting (FMM) di Johannesburg, Afrika Selatan (20/2). Pertemuan G20 tingkat Menlu ini dibuka secara resmi oleh Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa yang menyampaikan empat prioritas utama kepemimpinan G20 tahun ini, yaitu: (1) penguatan ketahanan kebencanaan; (2) keberlanjutan utang bagi negara berpenghasilan rendah; (3) mobilisasi pendanaan untuk transisi energi yang berkeadilan; dan (4) pengembangan kerja sama mineral strategis dan industri hijau.

G20 FMM hari pertama membahas secara khusus mengenai dinamika geopolitik terkini. Dalam sesi diskusi tersebut, mayoritas negara anggota G20 dan negara undangan mengangkat berbagai konflik dan instabilitas global, termasuk situasi di Ukraina, Gaza, Sudan, DRC, Sahel, Myanmar dan DPRK. Secara umum, negara-negara G20 menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dunia, meningkatnya angka kemiskinan, serta dampak konflik dan situasi geopolitik terhadap pencapaian SDG.

Wamenlu Tata menyampaikan pandangan nasional Indonesia dan menegaskan pentingnya reformasi tata kelola global guna menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks. “Multilateralisme terus tergerus, sementara negara-negara yang membangun sistem inisemakin enggan mempertahankannya. Jika tren ini berlanjut, sistem global berisiko gagal”, ujar Wamenlu Tata.

See also  Komunitas Pengusaha dan Profesional QClub International Membuka Network di Indonesia

Wamenlu Tata menekankan pelajaran dari kegagalan Liga Bangsa-Bangsa yang disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum internasional, ketidakmampuan mencegah agresi negara besar, serta kurangnya komitmen dan kepatuhan negara anggota. “Jika kondisi inidibiarkan, kita berisiko mengalami kegagalan serupa,” tambah Wamenlu Tata.

Wamenlu Tata menegaskan bahwa multilateralisme tidak boleh sekadar menjadi retorika, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata. Wamenlu Tata juga menekankan bahwa prinsip inklusivitas, kesetaraan, solidaritas, dan kemitraan harus menjadi panduan dalam reformasi tata Kelola global.

Penerapan hukum internasional juga tidak boleh selektif, tetapi harus ditegakkan secara konsisten. “Jika hukum internasional hanya digunakan ketika menguntungkan pihak tertentu, maka kredibilitasnya akan semakin melemah,” tegas Wamenlu Tata.

Indonesia menegaskan bahwa G20 harus memainkan peran lebih aktif dalam mendorong reformasi sistem global. “Tantangan global terus berkembang, maka tata kelola global juga harus berkembang,” kata Wamenlu Tata. Ia menekankan perlunya koordinasi antara institusi multilateral seperti PBB, sistem Bretton Woods, dan sistem perdagangan multilateral agar bekerja selaras dan saling memperkuat.

See also  Peppermint Buffet Meluncurkan Wonderful Indonesia Kolaborasi Chef Leon Yee dengan Chef Degan Septoadji

Indonesia juga mendorong implementasi penuh UN Pact for the Future sebagai langkah konkret dalam memperkuat tata kelola global. Selain itu, Wamenlu Tata menekankan pentingnya momentum Financing for Development Conference mendatang sebagai kesempatan untuk mendorong reformasi yang lebih substansial.

Pandangan Indonesia mengenai reformasi tata kelola global mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal International Telecommunication Union (ITU), yang menekankan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan untuk mempercepat reformasi sistem multilateral.

Menutup pernyataannya, Wamenlu Tata menegaskan bahwa Indonesia siap bekerja sama dengan semua negara guna membangun tatanan global yang lebih adil dan tangguh. “Cost of inaction terlalu besar. Kita harus bergerak maju mendorong kemajuan reformasi sistem multilateralisme untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua,” tutupnya.

chronosdaily